Entah kenapa akhir-akhir ini sedih seperti candu. Ya benar, temanku bilang “Sedih itu candu. Ketika kita nggak punya alasan untuk bahagia, ya sudah kita memilih untuk melanjutkan sedih atau mencari-cari kesedihan yang tersisa.” Kurang lebih seperti itu obrolan makan malam waktu itu. Dan akhir-akhir ini pula puisi, buku, dan segala macam tulisan menjadi obat atas kesedihanku. Ya udah taulah ya, cinta putih abu-abuku yang hitungan tahunnya hampir kayak lagunya Adhitia Sofyan kandas oleh kerasnya ibukota.
Sebulanan ini aku sering pergi ke toko buku, menghabiskan waktu membaca di sana, setelah hari sebelumnya sudah merogoh saku begitu dalam. Hal itu aku lakuin karena merasa gundah bertubi-tubi datang menyerang. Jarang sih aku tuh kalau sedih membaca, sedih ya nangis, liburan hahaha. Dalam sebulan ini secara nggak sadar banyak juga event yang berhubungan dengan buku, tulisan, puisi, dan sanak saudaranya. Mulai Bandung Zine Fest, Workshop menulis puisi tidak kreatif bersama kak Theo di Galeri Soemardja ITB, sampai nanti weekend ini Bicara Puisi bareng Kak Theo lagi, kali ini di Kedai Cas (tempat yg petama kali aku datengin ya karena pingin ketemu kak Theo hingga akhirnya malah kenal Kang Baya nya Mr. Sonjaya dan teman-teman baru lainnya). Sampai pada detik tulisan ini masih diketik, aku baru aja regist kelas menulis puisi lagi dong sm kak Theo buat Rabu depan! Gila gilaaa. Aku semakin nggak mau terburu-buru ninggalin Bandung. Mungkin ini yang namanya merasakan bermimpi hingga berapi-api. Di Bandung tuh, apa yang aku pingin capai kayak tersedia semua jalannya, tinggal pinter-pinternya manfaatin. Kalau kata kamu, “sama kaya ngerjain soal integral tapi ndak tau kali bagi, jadi ga connecting the dot, jadi apapun itu kalo basic nya mantep mau kemana pun pasti yakin”. Jadi intinya mesti banyak berlatih kalau aku mau jadi penulis.

diambil dari akun twitter kak Theo @perempuansore – saat workshop di Galeri Soemardja ITB

Terus nih, tadi sore nggak sengaja main ke Kineruku. Awalnya tau Kineruku ya karena beberapa kali disebut di buku puisinya Kak Theo. Terus pas searching wih asik nih kayaknya kalau kapan-kapan maen ke sana. Pas tadi udah nyampek, wah beneran asik dong. Buku nya pingin aku bawa pulang semuaaaa. Kemana aja sih Vel, udah taun terakhir (semoga enggak) di Bandung malah baru pertama ke situ. Kalau tau dari dulu dijamin deh pasti udah daftar member hahaha. Iya, jadi Kineruku itu perpustakaan sekaligus toko buku yang menyediakan segudang namaku (Novel, ~paansih). Tempatnya enak bangeet, ramenya pas, hawanya adem maklum rumah lama dengan pohon mangga di taman belakang rumahnya menambah kesejukan. Aku kira ini tempat ngopi loh, ternyata aku salah. Kineruku- tempat dimana buku adalah pemeran utama, kali ini kopi cuma mampir saja! Oh ya di sana selain jualan buku, juga menyediakan referensi musik dan film (referensi cari teman hidup sayangnya nggak ada). Sesuai taglinenya, “baca, dengar, tonton”. Jualan totebag, gelang-gelang tali, dan kaos-kaos gitu juga. Dan, seperti biasa aku nggak bisa diem kalau liat gelang-gelang tali dijual terikat, ingin rasanya ku membebaskan. Jadinya diem-diem jajan deh. 

Tadi sore pas banget langitnya nggak hujan, ya walaupun nggak bagus-bagus amat tapi cukuplah untuk menikmatinya dengan membaca buku puisi karangan Joko Pinurbo berjudul “Pacar Senja” sama “Kota ini kembang api” yang ditulis Gratiagusti Chananya Rompas. Gara-gara baca dua buku itu, aku seperti disuntik infus yang berisi obat dosis tinggi. Langsung ngayal suatu hari tulisanku bakal ikut serta dinikmati banyak orang di Ubud Writer and Reader Festival. Mimpi gratis yekan, jadi biarin aja. Siapa tau cocok. Terus aku ngebayangin oneday salah satu rumah di Batu aku sulap jadi kayak Kineruku huehehe. Amin.

Tulisan ini lebih banyak curhatnya sih mungkin, tapi adalaaah sedikit info ~kalian yang belum tau Kineruku jadi tau yekaaan. Di akhir paragraf ini, aku cuma mau bilang “Book is My Friend, and Dream is Healing”. Ya, gatau kenapa aku jadi merasa sedikit enggan bersosialisasi setelah badai Desember datang lebih awal. Semoga saja Novel biasanya cepet balik lah.


“Setelah punya rumah, apa cita-citamu? Kecil saja:
ingin bisa sampai di rumah saat masih senja supaya saya dan senja sempat minum teh bersama di depan jendela.”

Joko Pinurbo (2003)
*Hey kamu yg di timur, terimakasih semangatmu terus menular ke aku!